Jumat, 25 November 2016
Rabu, 09 November 2016
TUGAS V INDERAJA KELAUTAN
NAMA : DINA A TUHUTERU
NIM : 2014-64-040
Interpretasi Citra Secara Visual Menurut :
1. Vink (1965)
Menurut Vink (1965) interpretasi citra dilakukan dalam enam tahap:
a. Deteksi
Deteksi adalah penyadapan data secara selektif atas obyek (tampak langsung) dan elemen (tak tampak langsung) dari citra.
b. Pengenalan dan identifikasi,
Kemudian obyek tersebut dikenali dan obyek tersebut diidentifikasi
c. Analisis
Pada proses analisis dilakukan proses pemisahan dengan penarikan garis batas kelompok obyek atau elemen yang memiliki kesamaan wujud.
d. Deduksi
Lalu dilakukan proses deduksi yang dilakukan berdasarkan asas konvergensi bukti untuk prediksi terjadinya hubungan tertentu. Konvergensi bukti merupakan penggunaan bukti-bukti yang masing-masing saling mengarah ke satu titik simpul.
e. Klasifikasi
Klasifikasi dilakukan untuk menyusun obyek dan elemen ke dalam sistem yang teratur.
f. Idealisasi.
Tahap terakhir yaitu idealisasi atau penggambaran hasil dari interpretasi tersebut.
Hasil interpretasi citra sangat tergantung atas penafsir citra beserta tingkat referensinya. Tingkat referensi ialah keluasan dan kedalaman pengetahuan penafsir citra. Ada tiga tingkat referensi yaitu umum, lokal dan khusus.
1. Tingkat referensi umum
yaitu pengetahuan umum penafsir citra tentang gejala dan proses yang diinterpretasi.
2. Tingkat referensi lokal
adalah pengetahuan atau keakraban penafsir citra terhadap lingkungan setempat atau daerah yang diinterpretasi.
3. Tingkat referensi khusus
ialah pngetahuan yang mendalam tentang proses dan gejala yang diinterpretasi.
2. Lo (1976)
Lo (1976) mengutarakan bahwa interpretasi citra dilakukan dengan tahap-tahap:
a. Deteksi
b. Merumuskan identitas obyek dan elemen
Pada proses perumusan identitas obyek dan elemen yang dideteksi pada citra dan proses untuk menemukan artinya pentingnya obyek dan elemen tersebut berdasarkan karakteristik foto seperti ukuran, bentuk, bayangan, rona, tekstur, pola dan situs.
c . Analisis dan deduksi
Analisis dan deduksi digunakan untuk menemukan hubungan atau mencari arti dari proses yang kedua.
d. Klasifikasi
Klasifikasi dalam upaya menyajikan sejenis keteraturan dan kaitan antara informasi kualitatif yang diperoleh. Klasifikasi melalui serangkian keputusan, evaluasi, dan lainnya berdasarkan kriteria yang ada. Klasifikasi ini menuju kearah teorisasi.
e. Teorisasi
Teorisasi ialah penyususnan teori berdasarkan penelitian yang bersangkutan atau penggunaan teori yang ada sebagai dasar analisis dan penarikan kesimpulan didalam penelitian itu.
3. Roscoe (1960)
Roscoe (1960) menyatakan bahwa interpretasi citra meliputi serangkaian pekerjaan yang berupa:
a. Interpretasi awal
Pada interpretasi awal dilakukan interpretasi dari citra berskala kecil ke arah yang skalanya lebih besar, dari pola umum ke wujud individual, dari obyek yang mudah dikenal ke arah yang lebih sukar dikenal.
b. Pembuatan peta kerja
Dengan menggunakan peta kerja dan citra yang lebih diinterpretasi, pekerjaan medan dapat dilakukan lebih efisien.
c. Pekerjaan medan
Pekerjaan medan terarah lebih baik dan pelaksanaanya lebih singkat. Kadang – kadang di medan juga dilakukan interpretasi citra untuk mengembangkan informasi baru yang diperoleh dengan pengamatan langsung.
d. Tinjauan kembali atas masalah dan metode
Tinjauan atas masalah dan metode yang dipilih untuk pemecahan masalah perlu dilaksanakan untuk menyimpulkan apakah ia akan tetap pada masalah yang telah dirumuskan dan metode yang dipilih
e. Interpretasi akhir, penarikan kesimpulan, dan kerangka laporannya disusun
f. Kesimpulan dan uji medan
Sebelum menulis laporan, lebih baik datang sekali lagi ke daerah penelitian untuk meyakinakan hal yang perlu diyakinkan atau untuk menemukan jawaban atas pertanyaan yang timbul pada interpretasi akhir.
g. Penyajian akhir.
Penyajian hasil interpretasi dapat dilakukan antara lain dengan menyajikan gambaran dalam kaitan spasial yang jelas. Untuk maksud ini dapat digunakan foto udara dan citra lainnya yang diberi notasi, mosaik foto, dan peta.
4. Umali (1983)
Menurut Umali (1983) interpretasi citra Landsat dilaksanakan melalui tiga tahap:
a. Tahap analisis citra
Tahap analisis citra dimulai dengan mendeteksi rona atau warna pada citra. Umali menarik garis batas bagi kelompok wujud yang rona atau warnanya sama dan memisahkannya dari yang lain.
b. Tahap interpretasi citra
Pekerjaan ini terdiri dari pengenalan jenis obyek dan polanya. Pengenalan jenis obyek dilakukan dengan menggunakan unsur spasial seperti ukuran, bentuk, tekstur, bayangan, dan situsnya. Obyek yang tergambar pada citra tidak hanya dikenali jenisnya, melainkan juga dikaji polanya atau susunan keruangannya. Pola tersebut antara lain berupa pola bentuk lahan, pola bentang budaya, pola aliran, dan pola penggunaan lahan.
c. Tahap interpretasi disipliner terinci
Pada tahap terakhir ini jenis dan pola obyek yang tergambar paada citra diinterpretasi arti pentingnya sesuai dengan tujuan interpretasinya seperti misalnya untuk geologi, geomorfologi, penggunaan lahan, kehutanan, sumberdaya akuatik, lingkungan, pertanian, dan hidrologi.
5. Estes et al (1983)
Estes et al berpendapat bahwa perlu ada kerangka kerja konsepsual atau pardigma bagi hal yang mendasar di dalam penginderaan jauh antara lain bagi asas interpretasi citra. Urgensi paradigma ini lebih terasa lagi setelah berkembangnya analisis digital
data penginderaan jauh pada dua dasawarsa terakhir ini. Analisis digital seolah-olah terpisah sama sekali dari analisis manual. Tanpa ada hubungan sedikitpun.
Sehubungan dengan ini maka Estes et al mengemukakan suatu paradigma analisis citra secara manual dan visual dan digital.
Pekerjaan analisis citra meliputi tiga tahap:
a. Deteksi dan identifikasi
Pertama dilakukan deteksi dan pemerian obyek penting yang tergambar pada citra
b. Pengukuran
Obyek itu kemudian diukur dengan cara manual atau menggunakan alat. Pengukuran ini dilakukan atas rona atau warna, bentuk, luas, lereng, bayangan, terkstur, atau aspek lainnya. Pengukuran ini penting dalam upaya pemecahan masalah.
c. Pemecahan masalah
Pemecahan masalah dapat beraneka bentuknya, antara lain berupa pengenalan obyek melalui pengamatan obyek lain atau pengenalan kompleks obyek berdasarkan obyek satu persatu. Pemecahan masalah juga berarti penggunaan yang tepat data yang telah diperoleh dari citra penginderaan jauh.
Didalam analisis citra, analis menyusun hipotesis juga. Seorang analis citra menduga bahwa obyek yang tergambar pada citra dan sedang diamati misalnya berupa tanaman jagung atau daerah yang tergambar pada citra berupa daerah pertanian yang subur.
Garis penalaran ialah pengembangan penalaran yang mengarah ke suatu kesimpulan. Satu garis penalaran yang pada dasarnya terdiri dari serangkaian pernyataan yang menggunakan “jika....maka....”. dengan mendasarkan atas penalaran, kita hapus satu persatu pernyataan-pernyataan tersebut, kecuali satu pernyataan yang paling mungkin terjadi.
Analisis citra secara manual pada dasarnya merupakan proses deduktif. Penarikan kesimpulan didasarkan atas apa yang telah diketahui atau didasarkan atas sesuatu yang kebenarannya telah diterima secara umum. Di dalam menyimpulkan jenis obyek atau kondisi suatu daerah yang tergambar pada citra, digunakan lebih dari satu unsur yang masing-masing mengarah ke satu kesimpulan, tidak ada yang bertentangan. Asas inilah yang disebut konvergensi bukti (converging evidence, convergence of evidence).
TUGAS IV INDERAJA KELAUTAN
NAMA : DINA A TUHUTERU
NIM : 2014-64-040
1. Satelit terra
Terra ( EOS AM-1 ) adalah satelit penelitian multinasional NASA di orbit sun-synchronous di sekitar bumi. Satelit ini adalah bagian dari Earth Orbiting Sistem .Nama Terra datang dari bahasa Latin yang berarti bumi. Satelit ini diluncurkan dari Vandenberg Air Force Base pada 18 Desember 1999, diterbangkan dengan roket Atlas IIAS dan mulai mengumpulkan data pada 24 Februari 2000.
Terra membawa muatan yang terdiri dari lima sensor jarak jauh yang didesain untuk memantau keadaan lingkungan bumi dan perubahan-perubahan yang terjadi pada iklim.
Terra: EOS Flagship terra mengeksplorasi hubungan antara bumi atmosfer, tanah, salju dan es, laut, dan keseimbangan energi untuk memahami perubahan iklim dan iklim bumi dan memetakan dampak dari aktivitas manusia dan bencana alam pada masyarakat dan ekosistem. Terra Instrumen terra mengumpulkan data tentang sistem bio-geokimia dan energi bumi dengan menggunakan lima sensor yang mengamati suasana, permukaan tanah, lautan, salju dan es, dan anggaran energi. Setiap sensor memiliki fitur unik yang memungkinkan para ilmuwan untuk memenuhi berbagai tujuan ilmu pengetahuan. Lima Terra onboard, sensor: ASTER, atau Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer CERES, atau Awan dan Sistem Energi Radiant bumi MISR, atau Multi-angle Imaging Spectroradiometer MODIS, atau Moderate resolusi Imaging Spectroradiometer MOPITT, atau Pengukuran Polusi di troposfer Karena Terra lima sensor berbagi platform, mereka mengumpulkan pengamatan pelengkap dari permukaan bumi dan atmosfer. Perspektif yang berbeda-beda dari acara yang sama dapat menghasilkan wawasan yang unik ke dalam proses yang menghubungkan sistem Bumi.
2. Sensor modis
MODIS merupakan sensor yang dimaksudkan untuk menyediakan data darat, laut, dan atmosfer secara berkesinambungan. Sensor MODIS terpasang pada satelit Terra dan Aqua. Satelit Terra dan Aqua dirancang juga untuk membawa sensor lain yaitu AVHRR dan CZCS. Satelit Terra dan Aqua memiliki orbit selaras matahari (sun synchronous ) dan dekat kutub ( near-polar ). Satelit mengorbit bumi 2 hari sekali dengan ketinggian 705 kilometer diatas permukaan bumi. Field of View
MODIS adalah ±55o dan lebar sapuan 2330 km.
Citra yang dihasilkan memiliki tiga resolusi spasial yaitu 250 meter, 500 meter, dan 1000 meter. Dengan total karakteristik panjang gelombang 36 buah saluran dan 12-bit kepekaan radiometrik. Sensor MODIS yang terpasa pada satelit Terra dan Aqua dapat mengukur hampir semua parameter darat, laut, dan udara sehingga kegunaannya menjadi sangat luas. Mulai dari indeks tumbuhan, kelembaban tanah, kadar aerosol di udara, suhu permukaan laut, dan kandungan klorofil laut, yang seluruhnya ada 86 parameter sehingga banyak keperluan lain yang bisa ditumpangkan. Citra Modis dapat diperoleh gratis melalui pemesanan di internet.
Hampir setiap hari di seluruh dunia, sensor memonitor perubahan di permukaan tanah, sehingga membangun dan memperluas warisan dimulai oleh Landsat. MODIS peta luas area salju dan es yang dibawa oleh badai musim dingin dan suhu dingin. sensor mengamati "gelombang hijau" yang menyapu seluruh benua sebagai musim dingin memberikan cara untuk musim semi dan vegetasi mekar di respon. Ia melihat di mana dan kapan bencana pemogokan seperti letusan gunung berapi, banjir, badai parah, kekeringan, dan kebakaran hutan-dan mudah-mudahan membantu orang keluar dari bahaya. band MODIS 'sangat sensitif terhadap kebakaran; mereka dapat membedakan menyala dari membara luka bakar dan memberikan perkiraan yang lebih baik dari jumlah aerosol dan gas kebakaran melepaskan ke atmosfer. MODIS melihat perubahan dalam populasi fitoplankton Pasifik yang mungkin menandakan terjadinya El Niño / La Niña saudara iklim terkenal baik di depan kedatangan mereka. Pada gilirannya, dengan kopling suhu permukaan laut dan pengukuran warna laut, MODIS mengamati dampak El Niño dan La Niña memiliki pada tumbuhan laut mikroskopis. MODIS juga memiliki saluran yang unik untuk mengukur klorofil fluoresensi. Semua tanaman dibombardir dengan cahaya mulai bersinar, atau berpendar, tapi dalam panjang gelombang yang mata kita tidak bisa melihat. Semakin banyak tanaman berpendar, kurang energi yang mereka gunakan untuk fotosintesis. Dengan demikian, MODIS tidak hanya memetakan distribusi fitoplankton, itu juga membantu kita mengukur kesehatan. instrumen MODIS lain akan terbang kapal Terra adik kapal-Aqua.
Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer Dengan sweeping melihat petak 2.330-km-lebar, MODIS melihat setiap titik pada dunia kita setiap 1-2 hari di 36 band spektral diskrit. Akibatnya, MODIS melacak array yang lebih luas dari tanda-tanda vital bumi daripada sensor Terra lainnya. Misalnya, sensor mengukur persen dari permukaan planet yang ditutupi oleh awan hampir setiap hari. cakupan spasial yang luas ini memungkinkan MODIS, bersama-sama dengan MISR dan CERES, untuk membantu para ilmuwan menentukan dampak dari awan dan aerosol pada anggaran energi bumi.
Selain mencatat frekuensi dan distribusi awan, MODIS mengukur sifat-sifat awan seperti distribusi dan ukuran tetesan awan di air dan es awan cair. MODIS juga mengukur sifat aerosol-kecil partikel cair atau padat di atmosfer. Aerosol memasuki atmosfer dari sumber buatan manusia seperti polusi dan pembakaran biomassa dan sumber alam seperti badai debu, letusan gunung berapi, dan kebakaran hutan. MODIS membantu ilmuwan menentukan jumlah uap air di kolom atmosfer dan distribusi vertikal suhu dan uap air-pengukuran penting untuk memahami sistem iklim bumi. MODIS sangat ideal untuk memantau perubahan besar-besaran di biosfer yang menghasilkan wawasan baru ke dalam cara kerja siklus karbon global. MODIS mengukur aktivitas fotosintesis tanah dan tumbuhan laut (fitoplankton) untuk menghasilkan perkiraan yang lebih baik dari seberapa banyak gas rumah kaca yang diserap dan digunakan dalam produktivitas tanaman. Ditambah dengan pengukuran suhu permukaan sensor, pengukuran MODIS 'biosfer membantu para ilmuwan melacak sumber dan tenggelam karbon dioksida dalam menanggapi perubahan iklim.
Rabu, 02 November 2016
Minggu, 23 Oktober 2016
Tugas inderaja kelautan 1
TUGAS INDERAJA KELAUTAN
NAMA : DINA A TUHUTERU
NIM : 2014-64-040
PRODI : ILMU KELAUTAN
FAKULITAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERKEMBANGAN SISTEM DAN WAHANA
Penginderaan jauh pada awalnya dikembangkan dari teknik interpretasi foto udara. Pada tahun 1919 telah dimulai upaya pemotretan melalui pesawat terbang dan interpretasi foto udara (Howard, 1990). Meskipun demikian, teknik interpretasi foto udara untuk keperluan sipil (damai) sendiri baru berkembang pesat setelah Perang Dunia II, karena sebelumnya foto udara lebih banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan militer. Dalam tiga puluh tahun terakhir, penggunaan teknologi satelit dan teknologi komputer untuk menghasilkan informasi keruangan (atau peta) suatu wilayah semakin dirasakan manfaatnya. Penggunaan teknik interpretasi citra secara manual, baik dengan foto udara maupun citra non-fotografik yang diambil melalui wahana selain pesawat udara dan sensor selain kamera hingga saat ini telah cukup mapan dan diakui manfaat dan akurasinya. Di sisi lain, pengolahan atau pemrosesan citra satelit secara digital telah taraf operasional untuk seluruh aplikasi di bidang survei-pemetaan.
Hampir bersamaan dengan perkembangan teknik analisis data keruangan melalui teknologi SIG, kebutuhan akan citra digital yang diperoleh melalui perekaman sensor satelit sumberdaya pun semakin meningkat. Perolehan data penginderaan jauh melalui satelit menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan melalui pemotretan udara, antara lain dari segi harga, periode ulang perekaman daerah yang sama, pemilihan spektrum panjang gelombang untuk mengatasi hambatan atmosfer, serta kombinasi saluran spektral (band ) yang dapat diatur sesuai dengan tujuan.
Di Indonesia, penggunaan foto udara untuk survei-pemetaan sumberdaya telah dimulai oleh beberapa lembaga pada awal tahun 1970-an. Pada periode yang sama, ketika berbagai lembaga di Indonesia masih belajar memanfaatkan foto udara, Amerika Serikat pada tahun 1972 telah meluncurkan satelit sumberdaya ERTS-1 ( Earth Resources Technology Satellite - 1), yang kemudian diberi nama baru menjadi Landsat-1. Satelit ini mampu merekam hampir seluruh permukaan bumi pada beberapa spektra panjang gelombang, dan dengan resolusi spasial sekitar 80 meter. Sepuluh tahun kemudian, Amerika Serikat telah meluncurkan satelit sumberdaya Landsat-4 (Landsat-D) yang merupakan satelit sumberdaya generasi kedua, dengan memasang sensor baru Thematic Mapper yang mempunyai resolusi yang jauh lebih tinggi daripada pendahulunya, yaitu 30 meter pada enam saluran spektral pantulan dan 120 meter pada satu saluran spektral pancaran termal. Pada tahun yang hampir bersamaan itu pula, beberapa lembaga di Indonesia baru mulai memasang sistem komputer pengolah citra digital satelit, dan menjadi salah satu negara yang termasuk awal di Asia Tenggara dalam penerapan sistem pengolah citra digital. Meskipun demikian, tampak nyata bahwa Indonesia sebagai negara berkembang cenderung tertinggal dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi.
Banyak negara di Eropa, Amerika Utara, Amerika Latin, Asia, dan bahkan Afrika telah memanfaatkan citra satelit itu untuk pembangunan, baik dalam pengelolaan sumberdaya maupun mitigasi bencana alam. Tahun-tahun belakangan ini, negera-negara berkembang seperti Thailand, Malaysia, Nigeria dan Indonesia pun menyusul untuk meluncurkan dan mengoperasikan satelit penginderaan jauh berukuran kecil. Sensor-sensor satelit baru tidak hanya beroperasi pada wilayah multispektral. Saluran pankromatik dengan resolusi spasial yang lebih tinggi daripada saluran spektral lain pada sensor yang sama juga dioperasikan oleh berbagai sistem. Sensor aktif seperti radar juga telah dioperasikan oleh berbagai satelit seperti JERS (Jepang), ERS dan Envisat (Uni Eropa), Radarsat (Kanada); sementara sistem sensor aktif berbasis teknologi laser (Lidar) terus dikembangkan untuk memperoleh informasi ketinggian permukaan kanopi pepohonan dan ketinggian permukaan tanahnya sekaligus. Sistem satelit Modis, Envisat dan EO-1 juga mengangkut sensor hiperspektral dengan ratusan saluran spektral untuk memperoleh informasi yang lebih spesifik mengenai objek, termasuk komposisi kimia mineral dan spesies organisme.
PERKEMBANGAN APLIKASI
Penginderaan jauh sekarang tidak hanya menjadi alat bantu dalam menyelesaikan masalah. begitu luasnya lingkup aplikasi penginderaan jauh sehingga bidang tersebut telah menjadi semacam, kerangka kerja (framework) dalam menyelesaikan berbagai masalah terkait dengan aspek ruang (lokasi, area), lingkungan (ekologis) dan kewilayahan (regional). Perkembangan ini meliputi skala sangat besar (lingkup sempit) hingga skala sangat kecil (lingkup sangat luas).
Penginderaan jauh di awal perkembangannya berasosiasi dengan aplikasi militer, karena gambaran wilayah yang dapat disajikan secara vertikal mampu memberikan inspirasi bagi pengembangan strategi perang yang lebih efektif dari pada peta. Efektivitas ini khususnya menyangkut pemantauan posisi dan pergerakan musuh, serta peluang penyerbuan dari titik-titik tertentu.
Penggunaan teknologi foto inframerah akhirnya juga dimanfa-atkan untuk aplikasi pertanian, khususnya dalam konteks perkiraan kerapatan vegetasi, biomassa dan aktivitas fotosintesis, karena kepekaan pantulan sinar inframerah dekat ternyata berkaitan dengan struktur interal daun dan kerapatan vertikal vegetasi. Foto udara inframerah juga terbukti efektif pembedaan objek air dan bukan air, sehingga pemetaan garis pantai pun sangat terbantu oleh teknologi ini.
Dalam perkembangan selanjutnya, sensor-sensor ini merambah ke wilayah spektra panjang gelombang yang lebih luas, seperti misalnya inframerah tengah, jauh dan termal, serta gelombang mikro. Rambahan ini memerlukan jenis sensor dan detektor yang berbeda dengan kamera, namun sekaligus memperluas bidang aplikasi penginderaan jauh, sehingga semakin banyak jenis objek dan fenomena yang dapat dikaji melalui citra hasil perekaman yang diperoleh. Setiap eksperimen yang sukses dengan rancangan sensor baru kemudian diuji-cobakan dengan wahana yang berbeda, untuk kemudian dioperasionalisasikan ke sistem satelit, yang mampu melakukan perekaman secara kontinyu dan sekaligus memiliki cakupan global. Berbeda dari pendahulunya yang hanya beroperasi dengan kamera dengan hasil perekamana berupa citra analog, sensor-sensor baru beroperasi dengan sistem opto-elektronik yang lebih maju dan citra yang dihasilkan pun berformat digital. Beda tinggi orbit, kecepatan mengorbit dan sistem teleskop maupun sistem opto-elektronik detektor akhirnya juga menentukan resolusi temporal, resolusi spasial serta resolusi spektral data yang dihasilkan.
PERGESERAN PENERAPAN TEKNOLOGI DARI PEMERINTAH KE SWASTA
Pada tahun 1994, pemerintah Amerika Serikat mengambil keputusan untuk mengijinkan perusahaan sipil komersial untuk memasarkan data penginderaan jauh resolusi tinggi, yaitu antara 1-4 meter (Jensen, 1996). Hal ini kemungkinan berkaitan dengan berakhirnya era Perang Dingin. Dua perusahaan swasta, yaitu Earth Watch dan Space Imaging segera menanggapi keputusan ini dengan mengeluarkan produk mereka, masing-masing adalah Earlybird dan Quickbird ( Earth Watch ) dan Ikonos (Space Imaging ). Earlybird memberikan resolusi spasial 3 meter untuk citra pankromatik dan 15 meter untuk citra multispektral meskipun proyek ini kemudian gagal, dan Quick Bird dan Ikonos mampu memberikan citra dengan resolusi spasial yang lebih tinggi, yaitu masing-masing 0,6 dan 1 meter untuk pankromatik 2,4 dan 4 meter untuk multispektral. GeoEye saat ini mampu memberikan data pada resolusi sekitar 40 cm, meskipun Pemerin-tah Amerika Serikat membatasi distribusi dan penggunaan citra resolusi spasial tinggi hanya sampai dengan 50 cm.
Pada aras pengguna, semakin banyak perusahaan swasta yang bergerak di bidang penginderaan jauh. Lingkup kegiatan ini bukan hanya pada penguasaan pengolahan data awal hingga pemasaran pada tingkat hulu seperti EOSAT, SpaceImaging dan DigitalGlobe, melainkan juga penyediaan jasa konsultansi untuk berbagai kegiatan seperti pekerjaan umum, kehutanan, pembukaan lahan transmigrasi, hingga lahan yasan ( real estate ). Pergesaran ini membawa implikasi pada kemampuan akses data penting kewilayahan yang sebelumnya hanya dikuasai oleh negara (khususnya militer) ke pihak swasta. Pertukaran dan jual-beli data resolusi tinggi saat ini semakin sulit untuk diawasi dan diatur oleh negara, mengingat bahwa lalu lintas data telah dapat dilakukan secara bebas melalui jaringan internet. Banyak perusahaan pemasaran data satelit sumberdaya dan cuaca menyediakan fasilitas download data melalui internet.
PERKEMBANGAN TEKNIK ANALISIS
Dari Manual ke Digital
Ketika berbagai negara berkembang masih memiliki akses terbatas ke sistem komputer untuk pengolahan citra digital, pemanfaatan produk penginderaan jauh satelit masih berupa citra tercetak ( hard copy ) yang diinterpretasi secara visual atau manual. Teknik interpretasi telah berkembang pesat dalam penginderaan jauh sistem fotografik,hingga saat ini merupakan teknik yang dipandang mapan. Prinsip-prinsip interpretasi fotografis dapat diterapkan pada citra satelit yang telah dicetak, dan memberikan banyak informasi mengenai fenomena spasial di permukaan bumi pada skala regional. Citra-citra satelit yang telah tercetak memberikan keuntungan terutama dalam hal (a) kemudahan analisis regional secara cepat (karena dimungkinkannya synoptic overview pada satu lembar citra berukuran 60 km x 60 km sampai dengan 180 km x 185 km), dan (b) kemudahan pemindahan hasil interpretasi ( plotting) ke peta dasar, karena tidak memerlukan banyak lembar dengan skala yang berbeda-beda dan mempunyai distorsi geometri yang relatif lebih rendah dibandingkan foto udara.
Sejalan dengan perkembangan teknologi komputer yang semakin pesat dewasa ini --di mana banyak perusahaan telah melakukan downsizing (beralih dari komputer mainframe ke komputer mini, dan dari komputer mini ke komputer mikro/PC) maka akses berbagai kelompok praktisi dan akademisi ke otomasi pengolahan citra digital pun semakin besar. Semakin banyak paket perangkat lunak pengolah citra digital dan SIG yang dioperasikan dengan PC dan bahkan komputer jinjing ( laptop ). Di sisi lain, berbagai jenis PC dan laptop saat ini ditawarkan dengan harga yang semakin murah namun dengan arsitektur prosesor yang semakin canggih dan kemampuan pengolahan maupun penyimpanan data yang semakin tinggi.
Teknologi SIG sebenarnya telah dimulai pada akhir tahun 1960, antara lain oleh Tomlinson (Marble dan Pequet, 1990). Kemudian pada tahun 1970-an beberapa negara bagian di Amerika Serikat telah memulai untuk menerapkan SIG dalam pengelolaan sumberdaya lahan dan perencanaan wilayah. Pada sekitar tahun 1979, Jack Dangermond mengawali pengembangan paket perangkat lunak SIG yang sangat terkenal, yaitu Arc/Info untuk mengisi pasar komersia (Rhind et al ., 2004). Setelah itu, puluhan --bahkan ratusan macam paket perangkat lunak SIG, yang sebagian besar di antaranya dioperasikan untuk PC, membanjiri pasar dunia. Kebutuhan akan fasilitas pengolahan citra digital yang sekaligus dilengkapi dengan fasilitas SIG telah membuka kemungkinan dalam analisis data spasial. Sistem pengolah citra satelit dapat memberikan masukan pada SIG berupa peta-peta tematik hasil ekstraksi informasi dari citra digital satelit. Di sisi lain, fasilitas analisis spasial dari SIG mampu mempertajam kemampuan analisis penglohan citra, terutama dalam hal pemanfaatan data bantu untuk meningkatkan akurasi hasil klasifikasi multispectral.
Dari Multispektral ke Multisumber dan Hiperspektral
Pada awal perkembangannya, kamera hanya mampu menghasil-kan foto hitam-putih. Hal yang sama diberikan oleh foto yang dipasang pada pesawat udara untuk kebutuhan pengintaian dalam aplikasi miltiter. Kehadiran film berwarna pun secara cepat berimbas pada penggunaan yang lebih intensif dalam penginderaan jauh berbasis foto udara. Ketersediaan film inframerah kemudian mendorong perkembangan kamera multisaluran (multiband), yang pada umumnya memuat empat lensa dalam satu badan kamera, dengan kepekaan yang berbeda-beda untuk wilayah spektral berikut: biru, hijau, merah dan inframerah dekat. Tahap perkembangan sistem pemotretan dari yang bersifat unispektral (saluran tunggal) dan berjulat spektral lebar misalnya dari biru hingga merah ke sistem pemotretan multispektral. Analisis visual foto udara pankromatik, baik hitam-putih maupun berwarna pun kemudian bergeser ke analisis multispektral sederhana, dengan memanfaatkan alat pemadu warna elektrik seperti additive colour viewer (ACV).
ACV merupakan suatu antarmuka ( interface) yang dapat digunakan untuk menampilkan diapositif film multispektral dengan penyinaran warna primer (merah, hijau dan biru) untuk masing-masing saluran. Melalui teknik ini, empat saluran yang tersedia dalam empat frame diapositif dapat disajikan sebagai foto udara komposit warna semu atau warna asli, tergantung pada pemilihan kombinasi sinar merah, hijau dan biru pada diapositif saluran yang berbeda-beda. Interpretasi visual atas citra analog dilakukan di atas kaca tempat memproyeksikan sorotan komposit diapositif tersebut.
Dengan tersedianya sistem perekam citra digital, maka citra multispektral pun diolah dengan komputer, dan setiap kombinasi warna dalam bentuk citra komposit bisa dihasilkan dengan mudah. Analisis multispektral dapat dilakukan secara lebih teliti dengan membaca nilai-nilai piksel pada berbagai saluran spektral secara serentak, untuk diperbandingkan, dikombinasi melalui transformasi, maupun diekstrak melalui berbagai analisis statistik multivariat yang rumit, di mana setiap saluran berfungsi sebagai satu variabel informasi spectral.
Kehadiran teknologi informasi spasial melalui SIG telah memperluas jangkauan analisis citra, sehingga kemudian berkembanglah metode-metode ekstraksi informasi objek atau fenomena di permukaan bumi dengan memasukkan data yang bersifat nir-spektral, seperti jenis tanah, bentuk lahan, kemiringan lereng, elevasi, dan juga peta-peta berisi objek-objek spasial lain. Tentu saja, peta-peta ini harus disimpan dan diproses dalam format data digital. Dengan demikian, perkembangan metode yang sudah berlangsung sekitar 25 tahun ini kemudian semakin mengarah ke klasifikasi multisumber. Beberapa tulisan awal yang mengintegrasikan penginderaan jauh (khususnya pengolahan citra) dan SIG angara lain yang ditulis oleh Verbyla dan Nyquist (1987), Srinivasan dan Richards (1990), Danoedoro (1993). Sementara tulisan yang relatif baru untuk topik-topik ini, dengan teknik-teknik yang juga baru, antara lain bisa dijumpai di Weng (2010).
Dari Per-piksel ke Per-objek
Perkembangan sistem penginderaan jauh satelit telah menghasilkan citra-citra digital yang tidak pernah dibayangkan oleh praktisi di tahun 1980-an, yaitu citra multispektral dengan kualitas detil yang mendekati atau bahkan menyamai foto udara.
Kehadiran citra resolusi spasial tinggi telah menantang para analis citra untuk mengembangkan metode ekstraksi informasi tematik yang berbeda dengan klasifikasi multispektral yang biasa diterapkan pada citra resolusi spasial menengah dan rendah. Metode ini dikenal dengan nama klasifikasi berbasis objek ( object-based classification). Di Indonesia, citra resolusi spasial tinggi lebih banyak diperlakukan seperti foto udara karena para analis mengalami kesulitan dalam menerapkan klasifikasi multispektral terhadap citra semacam itu. Pada klasifikasi multispektral citra resolusi tinggi, satu piksel merupakan bagian dari objek penutup lahan yang umumnya berukuran jauh lebih besar, sehingga hasil klasifikasi cenderung merupakan kumpulan piksel yang tidak berkaitan langsung dengan kategorisasi objek yang dikembangkan dalam klasifikasi (Danoedoro, 2006). Untuk mengatasi masalah ini, dalam kurun 10 tahun terakhir mulai berkembang metode klasifikasi berbasis objek, yang memanfaatkan teknik segmentasi citra (Baatz dan Schappe, 2000; Ranasinghe, 2006; Navulur, 2007
Tugas inderaja kelautan 2
TUGAS INDERAJA KELAUTAN
NAMA : DINA A TUHUTERU
NIM : 2014-64-040
PRODI : ILMU KELAUTAN
FAKULITAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Pengertian penginderaan jauh
Penginderaan jauh ialah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang dikaji.
Komponen-komponen dalam penginderaan jauh.
1. Sumber tenaga
Dalam penginderaan ajauh harus memiliki sumber tenaga baik sumber tenaga alamiah maupun sumber tenaga buatan. Tenaga ini mengenai objek di permukaan bumi yang kemudian dipantulkan ke sensor. Ia juga dapat berupa tenaga dari objek yang dipancarkan ke sensor.
Jumlah tenaga matahari yang samapi ke bumi di pengaruhi oleh waktu, lokasi, dan kondisi cuaca. Jumlah tenaga yang diterima di siang hari lebih banyak bila dibandingkan jumlahnya pada pagi atau sore hari. Disaat matahari berada tegak lurus diatas suatu tempat, jumlah tenaga yang diterima lebih besar bila dibandingkan pada saat matahari kedudukannya condong terhadap tempat itu.
2. Atmosfer
Atmosfer membatasi bagian spectrum elektromagnetik yang dapat digunakan dalam pengineraan jauh. Pengaruhnya bersifat selektif terhadap panjang gelombang. Oleh karena itu, maka timbul istilah jendela atmosfer (bagian spektum elektromagnetik yang dapat mencapai bumi). Dalam jendela atmosfer terdapat hambatan atmosfer, yaitu kendala yang di sebabkan oleh hamburan pada spectrum tampak dan serapan yang terjadi pada spectrum inframerah internal.
Interaksi tenaga dari obyek ke sensor senantiasa melewati atmosfer, dan di dalam atmosfer banyak sekali terjadi interksi antara lain:
1. Hamburan
Hamburan Rayleigh merupakan salah satu penyebab utama adanya kabut tipis pada citra. Selain itu ada juga hamburan mie terjadi apabila garis tengah partikel atmosfer sama dengan panjang gelombang tenaga yang didera.
2. Serapan
Merupakan kebalikan dari hamburan yang menyebabakan kehilanga efektif tenaga ke pembentuk atmosfer.
3. Interaksi antara tenaga dan objek
Pengenalan objek biasanya dilakukan dengan menyelidiki karakteristik spectral objek yang tergambar pada citra.
4. Sensor
Tenaga yang dating dari objek dipermukaan bumi diterima dan direkam oleh sensor.
5. Perolehan data
Perolehan data dapat dilakukan dengan cara manual yakni dengan interpretsi secara visual, dan dapat pula dilakukan dengan cara numerik atau cara digital yaitu dengan cara menggunakan computer.
Deskripsi Atmosfer
Lapisan atmosfer ini terdiri dari Troposfer (0-16km), Stratosfer (16-50km), Mesosfer (50-80km), Termosfer (80-480km), dan Eksosfer(500-1000km). batas antara kelima lapisan ditentukan dengan perubahan temperatur yang mencolok.
- Troposfer : Lapisan ini berada pada level yang terendah, campuran gasnya paling ideal untuk menopang kehidupan di bumi.
- Stratosfer :Suhu di lapisan Stratosfer yang paling bawah relatif stabil dan sangat dingin.
- Mesosfer :Adalah lapisan udara ketiga, di mana suhu atmosfer akan berkurang dengan pertambahan ketinggian hingga lapisan keempat, termosfer.
- Termosfer : transisi dari mesosfer ke termosfer dimulai pada ketinggian sekitar 80 km.
- Ionosfer : lapisan yang terbentuk akibat reaksi kimia ini juga merupakan lapisan pelindung bumi dari batu meteor yang berasal dari luar angkasa karena ditarik oleh gravitasi bumi.
- Eksosfer : adalah lapsan bumi yang terletak paling luar.