RESTORASI
DAN KALIBRASI CITRA
Semua
citra digital yang telah terekam oleh sensor dan di simpan dalam format yang
dapat di baca program pengolah citra perlu di tampilkan pada layar monitor
untuk di analisis dan dan tidakl jarang untuk di cetak. Restorasi citra
diperlukan apabila kualitas citra yang di gunakan tidak mencukupi untuk
mendukung aplikasi tertentu.namun sebenarnya semua citra yang di peroleh
melalui perekaman sensor tak lepas dari kesalahan, yang diakibatkan oleh
mekanisme perekaman sensor, gerakan, wujud geometric dan kunfigurasi permukaan
bumi, serta kondisi atmosfer pada saat perekaman
Kesalahan
yang terjadi pada proses pembentukan citra ini perlu di koreksi supaya aspek
geometrid an radiometri yang di kandung oleh citra tersebut benar benar dapat
mendukung pemanfaatan untuk aplikasi yang berkaitan dengan pemetaan sumberdaya
ddan kajian lingkungan atau kewilayahan lainnya. Beberapa praktisi seringkali
menggunakan istilah prapengolahan untuk maksud yang sama karena restorasi vitra
memang banyak hal yang perlu diterapkan sebelum dilakukan pengolahan. Khususnya
dalam hal ekstrasi informasi
I.
KUALITAS
CITRA
Kualitas
citra yang akan di bahas pada sub bab berikut
beberapa dengan pengertian kualitas data spasial secara umum, seperti
yang telah di publikasikan secara mendalam oleh Guptill dan Morrison(1995).
Kualitas data spasial secara umum yang di maksud oleh Gptill dan Morrison
adalah suatu data yang harus di indormasikan kepada para pengguna data agar
mereka dapat memanfaatkannya secara prefesional dan juga pada para praktisi
atau peneliti yang dalam pekerjaannhya mengahsilkan keluaran berupa peta atau
citra agar mencantumkan informasi tentang keadaan data yang dihasilkan sehingga
data dapat di manfaatkan sebagaimana mestinya.
Pada
bab ini kualitas citra merupakan ukuran kualitatif maupun kuantitatif suatu
citra yang akan di proses dengan teknik pengindraan jauh agar dapat
menghasilkan informasi tematik spasial turunan yang sesuai dengan standar
akurasi yang telah di tetapkan. Secara garis besar, kualitas citra dapat di
kelompokan menjadi kualitas geometrid an kualitas radiometri. Geometri dinilai
secara kuantitatif berdasarkan tingkat kebenaran (akurasi) bentuk serta posisi
objek pada citra, dengan mengacu pada bentuk dan posisi sebenarnya di lapangan
ataupun bentuk dan posisi pada peta dengan proyeksi tertentu. Di samping itu,
ukuran kualitas geometri terkait erat dengan salah satu aspek kualitas data
spasial. Yaitu akurasi posisi
Kualitas
radiometri di nilai berdasarkan nyaman tidaknya gambar dalam pandangan secara
visual, dan juga benar atau tidaknya informasi spectral yang diberikan objaek
dan tercatat pada sensor. Dengan demikian, kualitas radiometri dapat di nilai
secara kualitatif dan kuantitatif. Meskipun bersifat kualitatif, nyamannya
ganmbar untuk di lihat secara visual sangat berpengaruh pada kemampuan
penggunaan citra untuk menurunkan informasi yang ada. Hal ini terutama berlaku
bagi analisis atau interpretasi secara visual, bukan berarti bahwa analisis
secara digital tidak berpengaruh sama sekali
Tinggi
rendahnya kualitas citra di pengaruhi oleh banyak hal, antara lain kualitas
sensor dan detector, posisi wahana pada saat perekamaan, kondisi daerah yang di
liput, dan juga kondisi atmosfer pada saat perekamaan.keadaan awal kualitas
citra ini. Apabila sangat rendah, akan berpengaruh secara langsung terhadap
kualitas hasil restorasi.perlu juga di tekankan di sini bahwa tinggi rendahnya
resolusi(temporal/spectral/spasial)tidak dapat langsung digunakan sebagai
ukuran kualitas citra karena aspek resolusi ini tidak lepas dari misi
peluncuran wahananya dan tujuan aplikasinya.
5.1.1
PENILAIAN KUALITAS CITRA
Penilaian
kualitas citra dapat dilakukan secara absolut biasanya mengacu pada beberapa
tolak ukur yang jelas, misalnya presentase liputan awan, banyaknya drop out
atau kegagalan baris pemindaian, serta korelasi antara saluran pada system
multispectral. Penilaian secara relative
biasanya di kaitkan degan potensi citra yang bersangkutan untuk suatu aplikasi
tertentu, misalnya survey geologi,kota,ataupun vegetasi.
5.1.2
BEBERAPA PARAMETER KUALITAS CITRA
Berikut
ini ulasan singkat tentang beberapa parameter kualitas citra yang digunakan
oleh para praktisi, yaitu tutupan awan dan gangguan kabut,korelasi antar
salutran,kesalahan geometri, dan kesalahan radiometri.
1
TUTUPAN AWAN DAN GANGGUAN KABUT
Semakin
banyak luas liputan awan berarti semakin banyak pula informasi permukaan bumi
yang hilang karena tutupan awan dan sekaligus bayangannya. Hal ini sangat
berbeda dengan satelit cuaca yang justru banyak membutuhkan informasi mengenai
bentuk dan luas liputan awan, demi peramalan gejala gejala atmosfer atau cuaca
(Conway dan Maryland Space Consortium 1997) meskipun demikian, sekalipun awan
total pada suatu scene hanya 10%, bias jadi liputan tersebut merata pada
seluruh wilayah. Hal ini tentu saja menggangu dalam proses interpretasi manual
maupun klasifikasi secara digital karena tutupan awan hamper selalu di temani8
oleh tutupan bayangan awan.
Di
Indonesia, citra yang 100% bebas awan sangat sulit di peroleh. Hal ini
desebabkan oleh waktu perekaman satelit yang bersamaan dengan waktu pembentukan
awan dan system sensornya.
System
sensor satelit banyak yang di rancang untuk bekerja pada spectra pantulan dan
pancaran, baik system multispectral maupun hiperspektral. Dengan demikian,
system ini tidak mampu menangkap informasi hamburan balik gelombang mikro yang
dapat menembus awan. Pada citra yang di terbitkan oleh berbagai instansi survey
pemetaan dan lembaga antariksa, informasi luas liputan awan diberikan salah
satu pertimbangan utama.
2.
KORELASI ANTAR SALURAN
Pada
sensor multispectral menghasilkan citra daerah yang sama pada beberapa saluran.
Perbedaan informasi spectral objek objek yang sama pada beberapa saluran justru
memperkuat kemampuan system dalam membedakan objek satu terhadap yang lain,
melalui analisis gugus. Rendahnya hubungan antar saluran menunjukan bahawa satu
saluran tidaklah mirip atau tidak hanya menunjukan kecenderungan rona yang
terbalik dari saluran yang lain sehingga secara bersama sama saling melengkapi
dan dapat di pakai untuk mengenali objek.
Koefisien
korelasi merupakan parameter yang sering di gunakan untuk menunjukan kekuatan
hubungan antar variable. Dalam citra hal citra multispectral, tiap piksel
mempunyai n macam nilai pada n saluran, dan bila seluruh piksel pada
2 saluran diplot pada system 2 dimensi maka nilai koefisien korelasi kedua
saluran ini dapat dihitung. Bentuk gugus yang memanjang menunjukan bahwa pola
hubungan antara saluran ini cenderung bersifat linier. Bila nilai koefisien
korelasinya tinggi, berarti, kedua saluran mempunyai kecenderungan yang sama
dalam mempresentasikan objek. Dengan kata lain, keduanya tidak saling
melengkapi. Oleh karena itu, semakin tinggi korelasi antar saluran, semakin
kedua citra tersebut tidak dapat di andalkan untuk analisis multi spectral.
3.
KESALAHAN GEOMETRI CITRA
Citra
yang di hasilkan secara klangsung melalui proses perekaman satelit tidaklah
bebas dari kesalahan. Kesalahan ini muncul karena adanya gerakan satelit,
rotasi bumi, gerakan cermin pada sensor skaner, dan juga kelengkungan bumi.
Pada satelit sumber daya yang umumnya mengorbit secara polar atau hampar polar,
kombinasi mekanisme lintasan satelitdengan arah rotasi bumi menyebabkan
terjadinya pergeseran wujud gambar dari kelompok baris pemindaian ke kelompok
baris pemindaian berikutnya. Hasil perekaman juga merupakan model dua dimensi
yang menggambarkan kenyataan tiga dimensi pada bidang lengkung permukaan bumi.
Disini muncul kesalahan geometri citra yang lain.perbedaan tinggi objek di
permukaan bumi secara langsung direkam sehingga menghasilkan citra dengan skala
tidak seragam.kesalahan ini di tambah dengan adannya variasi ketinggian
lintasan satelit
4. GANGGUAN
DAN KESALAHAN RADIOMETRI
Inkonsistensi detector dalam menangkap informasi juga
menghasilkan kesalahan berupa anomaly nilai piksel. Piksel ini menjadi bernilai
jauh lebih tinggi atau lebih rendah dari yang seharusnya. Keterlambatan dalam
memulai baris perekaman baru juga
menghasilkan baris baris perekaman yang cacat. Kesalahan kesalahan tersebut
diakibatkan oleh mekanisme internal sensor.
Gangguan sinyal pada citra dapat berupa kosongnya nilai
piksel pada suatu baris pemindaian atau kolom tertentu sehingga piksel piksel
tersebut bernilai 0. Gangguan semacam ini dapat pula berupa deretan nilai yang
sangat tinggi, kadang kadang 225, berbentuk seperti goresan goresan pada citra
secara melintang. Gangguan lain adalah anomaly nilkai piksel secara individual sehingga
tidak memepresentasikan informasi spectral yang seharusnya. Gangguan gangguan
sinyal semacam ini pada umumnya disebabkan oleh tidak berfungsinya detector
pada suatu periode tertentu.
Pada system SPOT, gangguan ini justru terjadi
sepanjang kolom, sebagai konsekuensi mekanisme pemindaian push-broom atau along-track
scanncing.
Untuk SPOT, upaya mengatasi gangguan-gangguan ini
tentunya dilakukan sebelum koreksi geometri awal,mengingat bahwa kolom-kolom
yang terganggu akan tergeser posisinya bila pada citra tersebut ditetapkan
koreksi giometri awalnya untuk efek kelengkungan dan rotasi bumi, misalnya
menggunakan tranformasi indeks vegetasi dan pemfilteran (Danoedoro, 1989).
Informasi dan penyimpanan melalui cara bit-coding, namun sudah tidak lagi
mengandung informasi spectral dengan satuan yang lama, melainkan dalam nilai
digit 0 – 63, 0 – 127, atau 0 – 255. Semakin banyak energy yang masuk ke
sensor, semakin tinggi nilai digit yang dihasilkan.akibatnya informasi pantulan
energy yang tercatat sehingga piksel yang bersangkutan akan bernilai 0. Bila
kegagalan ini berlangsung dalam selang waktu tertentu maka dihasilkan baris
piksel dangan nilai 0 (untuk system perekaman
MSS dan TM Landsat disebut drop-out
baris) atau kolom dengan nilai 0 (untuk system perekaman pushbroom SPOT).
Faktor eksternal sensor yang juga memegang peran
penting adalah adanya pengaruh atmosfer. Partikel-partikel dalam atmosfer yang
kadang-kadang menyerap radiasi pantulan atau pancaran objek, telah mengubah
informasi spectral yang mencapai sensor. Beberapa jenis yang dikenal antara
lain hamburan Rayleigh, hamburan molekural, hamburan mie.
5.2 KOREKSI (RESTORASI) CITRA
Koreksi citra merupakan suatu operasi pengondisian
supaya citra yang akan digunakan benar-benar memberikan informasi yang akurat
secara geometris dan radiometris. Operasi koreksi disebut juga perasi
pra-pengelolahan (pre-processing).
Spectral dan geometris citra seperti seharusnya maka koreksi citra
kadang-kadang disebut pula sebagai proses restorasi citra.
5.2.1 KOREKSI GEOMETRI CITRA
Untuk mengatasi kesalahan geometri citra, berbagai
macam koreksi dilakukan. Mather (2004) mengelompokan koreksi itu dalam dua
kategori besar, yaitu (a) model geometri obiraldan (b) transformasi berdasarkan
titik-titik control lapangan (ground control points, GCP). Berikut ini uraian
masing-masing metode koreksi secara ringkas.
1.
METODE
GEOMETRI ORBITAL
Metode koreksi yang mengacu ke
model geometri orbital. Banari (1995, dalam Mather, 2004) menjeskan dua
prosedur berdasarkan persamaan-persamaan kolinearitas fotogrametri yaitu
persamaan karakteristik orbit dan satelit dan geometri arah pandang. Berikut
ini factor-faktor yang dikoreksi melalui model geometri orbital ini antara lain
:
a.
Koreksi
‘Aspect Ratio’
Untuk
mengatasi hal ini maka perlu dipilih apakah piksel dikorekasi menjadi 79 x 79 m
atau 56 x 56 m. karena arah pemindaian melintang orbit yang mengalami oversampling maka pemilihan 79 x 79 di
pandang lebih rasional. Aspect ratio
adalah 56:79 atau 1:1,41. Matriks tranformasi pertama untuk mengoreksi aspect
ratio menjadi 1:1 menjadi:
b.
Koreksi
Kemencengan
Landsat 1-3 mempunyai inklinasi sebesar
99,09°., sementara landsat 4 – 5 dan 7 mempunyai inkliminasi sebesar 98.2°,
serta meningkat sejalan dengan bertambah besar lintang, baik utara ataupun
selatan. Sudut lintang kemencengan pada litang tertentu L dalam derajat
dinyatakan sebagai :
Pedoman inilah yang dipakai sebagai dasar
untuk mengoreksi geometri citra melalui proses rotasi sehingga kenampakan
Landsat-7 ETM+ dengan aras (level) koreksi 1G sudah terputar miring ke kanan.
c.
Koreksi
Rotasi Bumi
Pada saat satelit mengorbit bumi dari
arah utara keselatan , satelit juga secara kontinu melakukan perekaman dengan
memindai permukaan bumi yang ada dibawahnya. Untuk mengopensasi pasis ini maka
diperluakan penentuan parameter berikut: (a) waktu yang di perlukan oleh sensor
satelit untuk merekam citra, dan (b) kecepatan sudut rotasi bumi kearah timur). Baik jarak maupun kecepatan
dinyatakan dalam ukuran sudut (angular), misalnya radian, dimana 1 rad kurang
lebih sebesar 57°.
Komputasi tersebut dapat diringkas sebagai suku, yang menunjukan
besarnya pergeseran posisi karena rotasi bumi dan sekalipun kemencengan (skewness) orbit satelit dengan rumus sebagai berikut :
Mather (2004) Menambahkan bahwa sejumlah piksel
ditambahkan pada awal setiap baris pemindaian untuk mengompensasi efek rotasi
bumi ini. Jika koreksi ini dipandang cukup maka treansformasi matriks M3 dapat
dihilangkan. Namun jika tidak maka penambahan iksel diberikan pada header/trailer citra yang disosiasikan dengan setiap baris
pemindahan, dan pengisian piksel bias dihilangkan sehingga matriks transformasi
M3 di terapkan.
Citra yang telah terkoreksi geometri secara
sistimatik semacam ini pada umumnya tela siap untuk diproses secara digital
untuk ekstraksi informasidan juga untuk interpretasi visual. Kusu pada system
MSS landsat, koreksi ini juga meliputi ‘penambahan’ jumlah garis piksel, utuk
menyamankan skala sepanjang baris dengan skala sepanjang kolom. Perbedaan skla
ini muncul karena system MSS landsat menghasilkan piksel beresolusi 79
(sepanjang kolom) x 54 meter (sepanjang baris).hal ini diakibatkan oleh
perbedaan kecepatan gerak putaran cermin dengan kecepatan koding sehingga pada
setiap baris, piksel berikutnya sellalu ‘mendidih’ peksel sebeumnya.
Pada system perkaman HRV spot, hal ini tidak terjadi
karena tidak adanya mekanisme gerakan cermin. Koreksi hanya dilakukan dengan
menghitung magnitude kecepatan rotasi bumi, gerakan satelit, dan sudut pandang
sensor. Pada aras (level) ini, citra SPOT-HRV dikatakan memiliki aras koreksi
1-B. koreksi geometri selanjutnya dierlukan untuk menghasilkan data yang lebih
teliti dalam aspek planimetrik
2. TRANFORMASI BERDASARKAN GCP
Koreksi geometri menggunakan model geomrti orbital
merupakan model fisikal yang mencoba mengenali parameter-parameter penyebab
kesalahan secara deduktif, kemudian direkontruksikan. Variasi ketinggian dan
sikap/posisi wahana maupun objek tidak ikut diperhiyungkan dalam mdel fisikaal
in, semata-mata karena informasi yang diperlukan untuk koreksi ini tidak
tersedia (Mather, 2004). Oleh karena itu muncul cara pandang yang berbeda, yang
mencoba mengoreksi citra dari sudut pandang empiris, dengan cara membandingkan
posisi-posisi yang berbeda dengan citra dan data lapangan/peta yangsdah
tersedia .
Piksel yang dimaksud adalah posisi pusat piksel
.pada koreksi ini telah dipertimbangkan bahwa perubahan posisi piksel itu juga
mencangkup perubahan informasi spektarlnya. Untuk mengatasi hal it, diperlukan
interpolasi nili spectral selama tranformasi geometri (yang disebut proses
resampling) sehingga dihasilkan geometri baru dengan nilai baru.
a. Koreksi
geometri dengan Rektifikasi Citra ke Peta
Dalam
proses ini, system geometri citra diubah menjadi plan metric. Segala aktifitas
pemanfaatan citra yang memerlukan koreksi ini. Meskipun demikian metode koreksi
ini tidak mampu menghilangkan semua distrosi yang disebabkan oleh pergeseran relief
pada citra.
Jansen(2005)
juga menegaskan secara teroretissemakin tinggi orde polinomnya maka semakin
dekat kooesfisie-koefisien tersebut dalam memodelkan kesalahan geometri pada
citra asli (sebelum koreksi).
Dalam
praktik, persamaan polimonial orde 1 sudah bias dijalankanan pada citra wilayah
bermedan yang relative datar, sementara polinom orde yang lebih tinggi untuk
citra yang menggambarkan kondidi wilayah yang lebih kasartoopografinya.
Untuk
kesalahan-kesalahan yang disebutkan terakir maka polinom orde yang lebih tinggi
diutamakan
Akurasi
Hasil Koreksi Geometri; Rmse
Berdasarkan
pasangan koordinat anatara titik control lapanagan (GCP) dengan koordinat baru
hasil estimasi, diperoleh selisi pada seanjang sumbu x (arah timur) maupun
sumbuh Y (arah utara). Selisih ini dapat dihitug pada setiap titik control dan
juga pada hasil transformasi keseluruhan, yang memperhitungkan setiap ttitik
control yang ada. Berdasarkan selisih-selisih in kemudian dapat dihitung
besarnya akurasi hasil geometri dengan rumus root mean square error (RMSE).
Dimana:
N
= jumlah total titik control lapagan (GCP) yang
digunakan dalam koreksi atau rektifikasi
Ei dan Ni = berturut-turut koordinat x (timur, E)
dan Y (utara, N) dari GCP ke-I, yang dihitung dari fungsi tranformasi f1 dan f2yang digunakan dalam rektifikasi.
Ê dan Ň =
koordinat referensi berturut-turut untuk X (timur,E) dan Y(utara,N) yang
diperoleh dari pea topografi atau asil pengukuran GPS di lapangan
Berdasarkan RMSEE dan RMSEN
kemudian dapat dihitung nilai indicator akurasi keseluruhan berdasarkan
rumus beriku:
b. Koreksi
geometri dengan rektifikasi citra-ke-citra
Koreksi geometri dengan retifikasi
dari citra ke citra merupakan suatu proses yang membandingkan pasangan
titik-titik yang dapat diidentifikasi dengan mudah pada kedua citra.
Rektifikasi citra ke citra dapat memerlukan hasil yang harus menyajikan informasi
tentang koordinat yang benar sesuai dengan peta. Misalnya, dua himpunan data
ikonos dab quikbird pada waktu perekaman yang berbeda hendak diperbandingkan
kenampakannya, analisi perubahan penggunaan lahan.
Interpolasi Intensitas Dalam
Koreksi Geometri\
Perhatikan bahwa matriks ata grid
dengan posisi koordinat yang bernilai bulat (misalnya x’=3, y’=4; x’=5, y’=2,
dan seterusnya) tersebut juga telah ditempati oleh nilai-nilai pikes tertentu
pula.
Dimana BVwt (bilinier) merupakan
nilai piksel baru hasil interpolasi spasial (den koreksi geomeri) yang
merupakan rerata tertimbang melalui metode bilinear; Zk adalah nilai
piksel disekitar titik hasil penempatan posisi baru (k=4, karena ada 4 piksel
yang ada disekitarnya untuk diprtimbangkan); dan Dk2
adalah kuadrat jarak dari titk hasil penentuan lokasi baru yang akan ditentuka
nilainya.
Hasil RMSE yang kecil merupakan
jaminan bagi bagusnya hasil koreksi geometri secara spasial. RMSE yang sedikit
lebih besar kadang-kadang merupakan hasil yang optimal apabila kondisi medan
cukup berat dan titik-titik control suli dijumpai
Cara paling bai untuk mengetahui
apakah suatu citra telah dikoreksi geometri dengan baik adalah dengan mengeplot
peta vector meliputi jaringan jalan, batas-bats penutp lahan, jaringan jalan
dan sungai di atas citra terkoreksi. Apabila RMSE cukup kecil dan semua fitur
kenampakan topografis terplotkan dengan tepat maka koreksi geometri yang telah
dilakkan dapat dipandang cukup baik. Sebaliknya, apabila nilai RMSE relative
kecil namun hasil pengeplotan fitur topografis justru meperlihatkan banyaknya
penyimpangan posisi kenampakan hasil
koreksi maka sebaiknya proses koreksi geometri perlu diulang, dengan
membatalkan dan mengambil kembali titik-titik kontrol atau GCP.
5.2.2 KOREKSI /
KALIBRASI RADIOMETRI CITRA
Koreksi radiometri
diperlukan atas dua alasan yaitu ubtuk memperbaiki kualitas visual citra dan
sekaligus memperbaiki nilai – nilai piksel yang tidak sesuai dengan nilai
pantulan atau pancaran spectral objek yang sebenarnya. Koreksi rasiometri citra
yang dituunjukan untuk memperbaiki kualitas visual citra berupa pengisisan
kembali baris yang kosong karena droop out baris mupun masalah kesalahan awal
pemindaian koreksi radiometri yang ditunjukan untuk memperbaiki nilai pikxel
supaya sesuai dengan yang seharusnya juga bisa dilakukan dengan memprtimbangkan
factor gangguan sebagai sumber kesalahan utama.
I.
Koreksi yang bertumpuh pada informasi
dalam citra
a.
PENYESUAIAN HISTOGRAM
Metode
ini merupkan pilihan yang paling sederhana dengan hanya melihta histogram
setiap saluran secara independen. Dari histogram dapat diketahui nilai piksel
terendah saluran tersebut.
b.
PENYESUAIAN REGERESI
Penyesuaian
regeresi diterapkan dengan memplot nilai-nilai piksel hasil pengamatan pada
beberapa saluran sekaligus. Hal ini
dapat diterapkan apabila saluran rujukan yang menyajikan nilai 0 untuk
objek tertentu, misalnya saluran TM7 untuk air jernih, dalam, dan tenang.
Kemudian ssetiap saluran di pasangkan dengan saluran rujukan tersebut membentuk
diagram pancar nilai-nilai piksel yang diamati
c.
PENGGUNANAN FUTURE SPACE
Metode
ini ditawarkan oleh Bronsveld (1991). Metode ini memanfaatkan gambaran future
space hasil pengeplotan piksel-piksel pada saluran hijau melawan infaramerah
dekat dengan saluran merah melawan inframerah dekta.pertemuan kedau garais ini
diasumsikan harus bertemu di titik asal ( 0,0) yaitu untuk objek air jernih,
tenang, dan dalam atau objek bayangan lereng yang sangat curam. Apabila
ternyata titk pertemuan ini tidak pada ordinat (0,0) maka nilai offset pada
kedua saluran dapat dihitung.
d.
METODE KALIBRASI BAYANGAN
Secara
ringkas metode ini mempertimbangkan immbnagan energy elektromagnetik yang msauk
ke atmosfer bumui serta kenampakan permukaaan bumi yang tetutup bayangan.
e.
KALIBRASI RELATIVE ANATRCITRA
Kadang
kala suatu penelitian pengindraan jauhmemerlukan data multitemporal bahkan
bukan hanya dua atau tiga tanggal melainkan bisa lebih dari itu. Analisis
spectral citra memerlukan informasi lengkap mengenai parameter –parameter
radiometri sensor dan saat perekaman. Kalibrasi relative merupakan proses
pengubahan nilai piksel dari satu atau bebrapa data digital citra, dengan
mngacu pada nilai piksel untuk objek yang sama pada citra yang berbeda; baik
yang dihasilkan pada waktu yang berbeda, oleh sensor yang berbeda, maupun
kombinasi keduanya.
f.
KALIBRASI DENGAN DATA DARI LUAR CITRA
Penggunaan
metode-metode koreksi atau kalibrasi yang telah dijelaskan pada bagian
terdahulu kadang-kadang masih menyisahkan masalah. Misalnya pengkaitan anatra
suatu nilai piksel dengan nilai kondisi biofisisk tertentu kadang kala menurut
informasi yang lebih akurat pula kebutuhannya bisa lebih dari itu, misalnya
hingga informasi tentang beberapa besar energy yang dipantulkan oleh objek di
permukaan bumi sebelum bercampur edngan
tambahan informasi spectral dari radiansi ketika data nilai sspektral citra
perlu dibandingkan dengan data hasil pengukuran radiansi spectral lapangan.
a. KALIBRASI
BERBASIS DATA EMPIRIS : PENYESUAIAN REGRESI BEBRBASIS DATA SPECTRAL LAPANGAN
Teknik koreksi radiometri dengan
menggunakan data empiris hasil pengukurn lapangan juga bisa diterapkan dengan
penyesuaiana regeresi. Teknik ini memanfaatkan data spectral hasil pengukuran
spektro meter di lapangan untuk objek yang sama pada citra. Hasil pengukuran
lapangan dinyatakan dalam pantulan permukaan sementara data citra diubah ke
radiansi spektral
b. KOREKSI
PENGARUH POSISI MATAHARI
Posisi matahari berpengaruh pada respons
spectral objek yang tercatata oleh sensor. Dua macam citra wilayaah yang sama
namu diperoleh atau direkam dengan posisi matahari yang berbeda akan memberikan
informasi spectral yang berbeda ntuk objek yang sama.
untuk mengoreksi posisi matahari ( yang sering juga disebut dengan sun evation angle atau sudut ketinggian matahari) ini digunakan rumus sebagai berikut :
c. KALIBRASI
SENSOR RADIANSI YANG TERCATAT OLEH SENSOR
Seperti yang telah disinggung pada
bagian erdahulu nilai piksel yang sama pada citra yang berbeda, misalnya
berbeda saluran, sensor, ataupun tanggal perekaman, tidaklah secara lnangsung
menggambarkan kekuatatn energy pantulan atau pancaran yang sama yang tercatata
oleg sensor. Setiap sensor dan detector dirancang denga kepekaan tersendiri dan
ditunjukan oleh kemampuna mendeteksi radiansi spectral minimum maupun maximum
dari objek atau target. nilai kepekaan ini dinyatakan sebagai gain dan offset. hubungan antara nilai piksel BV dengan gain dan offset serta radiansi spektralnya dinyatakan sebagai berikut :
Contoh tersebut berlaku untuk Landsat. Untuk SPOT,
perhitungannya menjadi lebih sederhana dalam bentuk :
Dimana nilai Gain diperbarui secara regular,
mengingat bahwa detector mengalami perubahan kepekaan seiring dengan waktu.
Hal
lain yang perlu diperhatikan adalah kenyataan bahwa dalam proses perekaman
kadang-kadang citra tersaji dengan kecerahan yang sangat tinggi atau sangat
rendah. Untuk mengoreksi citra dengan kecerahan yang sangat rendah, nilai low
gain dari operator bisa digunakan, sementara apabila citra terlihat sangat
cerah, nilai high gain yang digunakan. Dalam beberapa kasus, nilai gain hanya
dinyatakan untuk satu kondisi saja dan kadang-kadang juga untuk banyak kondisi,
seperti misalnya ASTER VNIR dan SWIRN.
d. Koreksi
Pengaruh Atmosfer
koreksi
berbasis pemodelan efek atmosfer telah dikembangkan oleh beberapa peneliti.
Salah satunya adalah model 5s ( simulation of the sensor signal in the solar
spectrum ) yang dikembangkan oleh Tanre.et al. (1986,1990) dan kemudian
diperbaiki menjadi model 6s (second simulation of the sensor signal in the
solar spectrum) (vormote et al. 1997). Model – model ini mampu mensimulasikan
permukaan non lambertian untuk memodelkan sinyal yang diukur oleh sensor.
Dalam
model ini ada asumsi bahwa satu paket irradansi matahari utuh datang mencapai
bagian teratas atmosfer. Sebagaian dari irradansi yang datang kemudian
dihamburkan di sepanjang jalur antara matahari dari objek di permukaan bumi ke
atmosfer, sementara sisanya radiasi matahari langsung. Bagian yang diteruskan
dan mencapai permukaan objek/target dirumuskan sebagai (Jensen,2005;Tso dan Mather;2009):
Sementara itu, sebagian dari radiasi matahari yang
dihamburkan ke atmosfer juga memberikan sumbangan iliminasi pada target objek
di permukaan bumi.
Disamping itu ada juga kontribusi hamburan yang
perlu dipertimbangkan yaitu, disebut dengan mekanisme jebakan. Efek mekanisme
ini terkait dengan pantulan dan hamburan
radiasi metahari yang berturut – turut target dan atmosfer, yang di
antara objek disekitar permukaan target dan atmosfer yang menyebabkan radiasi
yang tercatat kemudian merupakan incident upon the graound target. Dengan demikian iluminasi pada target di
permukaan bumi menjadi reflektansi atmosfer ps. dengan demikian, iluminasi pada target di permukaan bumi menjadi:
Karena sensor menerima refleksi dari dua macam
sumber, yaitu kontribusi dari radiasi matahsri keseluruhan yang diberikan oleh target
di permukaan bumi dan langsung ditransmisikan dari permukaan objek ke sensor,
serta sumbangan dari objek di sekitar target yang dihamburkan ke sekitar medan
pandang sensor maka rumusnya adalah :
Akan tetapi perlu pula diperhatikan bahwa sensor
sebenarnya juga menerima sebagian dari radiasi matahari yang telah dihamburkan
ke medan padang sensor, tanpa berinteraksi dengan target di permukaan
bumi. Dengan demikian pantulan
tereflektansi yang tercatat oleh sensor p adalah :
Selanjutnya adanya interaksi atmosfer yang kedua
yaitu proses serapan perlu dipertimbangkan. Pada spectrum optic dari matahari,
penyerapan atau absorbs oleh gas – gas di atmosfer pada dasarnya terkait dengan
keberadaan ozon. Maka persamaan menjadi
:
e. Kalibrasi
Sensor: Pantulan yang diterima sensor (At-Sensor Reflectance)
hasil kalibrasi sensor untuk memperoleh nilai
radiasi spectral LϮ (rumus 5,22 dan 5,23) sebenarnya
adalah nilai energy yang dicatat oleh sensor (apparent radiance), yang
merupakan kombinasi dari pantulan objek ditambah gangguan atmosfer yang sampai
ke sensor. Itu sebabnya hasil kalibrasi ini juga sering disebut sebagai at
sensor radiance atau at-sensor reflenctance atau at-satelite reflentance.untuk menekan pengaruh gangguan atmosfer maka rumus perhitungan pantulan pada permukiman objek (p = reflectance,atau sering kali disebut at-surface reflectance ) berikut bias digunakan :
f. Kalibrasi
Berbasis Model Transfer Radiasi (Radiative Transfer Model)
kebanyakan model koreksi atau kalibrasi citra
dilakukan secara manual- dalam arti perangkat lunak menyediakan semacam image
calculator yang secara fleksibel dapat dimanfaatkan untuk berbagai operasi
metematis dengan memasukan nama berkas citra atau salah satu/beberapa
salurannya, nilai koofisien atau konstanta, serta operator matematis, misalnya
fungsi-fungsi trigonometrik dan logaritma melalui cara tersebut, dimasukan
berbagai parameter yang diperlukan untuk mengambarkan karakteristik hamburan
dan serapan yang terjadi di atmosfer pada tanggal dan waktu tertentu.
Algoritma model transfer radiasi untuk koreksi
pengaruh atmosfer dapat melakukan hal seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
dengan lebih baik. Menurut Jensen (2005) syarat yang harus dipenuhi adalah
penggunaan memasukan informasi karakteristik fundamental atmosfer ke program,
dan terdapat saluran spectral yang peka terhadap serapan serapan atmosfer.
Beberapa informasi umum yang diperlukan oleh algoritma koreksi atmosfer
berbasis transfer radiasi misalnya :
-
Posisi lintang bujur liputan citra
-
Ketinggian perekaman (ketiangian sensor
dan wahana) di atas permukaan medan
-
Elevansi rerataan liputan citra
-
Model, atmosfer misaknya wilayah tropis,
lintang sedang di musim panas lintang sedang dimusim dingin
-
Data radiasi spectral citra yang telah
dikalibrasi secara radiometri (misalnya data harus diproses dan disajikan dalam
satuan W m-2m sr-1
-
Informasi tentang setiap saluran secara
spesifik
-
Kejernian atmosfer setempat (local
atmospheric visibility) pada waktu perekaman
Berdasarkan informasi tersebut maka
program akan melakukan komputasi karekteristik serapan dan hamburan pada saat
perekaman. Data serapan dan hamburan kemudian digunakan untuk melakukan inversi
nilai radiansi spectral tiap piksel ke pantulan permukaan yang telah diskalakan
(scaled surface reflenctance). Beberapa contoh program pemodelan transfer
radiasi misalnya : ,MODTRAN 4+, ACORN, ATREM, FLAASH, dan ACOR.
Beberapa rumus model – model transfer
radiasi disajikan menggunakan kode transfer radiasi sebagai berikut :
Ø ACORN
( atmospheric correction now), program ini menggunakan kode transfer radiasi
dari MODTRAN-4 dan dikembangkan oleh Chandrasekhar (1960 dalam Jesen 2005).
Ø ATREM
(atmospheric removal program ) yang di kembangkan oleh center for the study of
earth from space (CSES). ATREM mempertimbangkan jimlah hamburan reyleigh yang
masih ada dalam model 6s. serta model aerosol yang dispesifikasikan oleh
pengguna. Program ini melakukan kalkulasi suku/komponen serapan atmosfer dengan
menggunakan model spectral saluran sempit malkumus berdasarkan atmosfer standar
yang dipilih oleh pengguna, misalnya temperature, tekanan udara serta
distribusi vertikal uap air.
Ø FLAASH(
fat line-of-sight atmospheric analysis of spectral hypercubes) dikembangkan di
perangkat lunak ENVI, oleh spectral sciences inc. bekerja sama dengan
laboratorium riset angkatan udara. Program FLAASH mengoreksi citra dengan cara
menekan atau menghilangkan efek uap air, oksigen, karbon dioksida dll. Koreksi
ini diterapkan pada setiap piksel.
Ø ATCOR,
pada walnya program ini dikembangakan di jerman.
DAFTAR PUSTAKA
Danoedoro,Projo. Penagantar Penginderaan Jauh
Digital .-Ed.1.-Yogyakarta: ANDI.2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar